3 Syarat Sah Perjanjian Kerja Di Indonesia

INIRUMAHPINTAR - Apa yang dimaksud dengan perjanjian kerja? dan Apa saja yang termasuk syaat sah perjanjian kerja di Indonesia? Perjanjian kerja yaitu kesepakatan formal yang memilih kondisi kekerabatan antara karyawan dan pengusaha mencakup kompensasi dan harapan. Juga disebut sebagai kontrak kerja, perjanjian kerja sering dibentuk untuk jangka waktu tertentu, contohnya 6 bulan atau satu tahun. 

Perjanjian kerja juga sanggup diartikan sebagai perjanjian antara pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja membuat kekerabatan kerja. Hubungan kerja yaitu kekerabatan antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hal ini berarti bahwa dalam suatu kekerabatan kerja terdapat beberapa hal, yaitu hak pengusaha (pengusaha mempunyai posisi lebih tinggi dan pekerja), kewajiban pengusaha (membayar upah), dan objek perjanjian (pekerjaan).

Syarat Sah Perjanjian Kerja di Indonesia

Ada beberapa syarat sah perjanjian kerja, yaitu syarat subjektif, objektif, dan teknis.


1. Syarat subjektif

Syarat subjektif menpakan syarat mengenai subjek pejanjian. Syarat subjektif ini ada dua, yaitu adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan cakap melaksanakan perbuatan hukum.

#Kesepakatan antara kedua belah pihak

Para pihak yang melaksanakan perjanjian menyetujui dan menyepakati hak dan kewajiban masing-masing. Dalam hal ini para pihak berdiri saling berhadapan, sehingga biasanya, hak pihak yang satu menjadi kewajiban pihak yang lain. Sepakat artinya terjadi konsensus murni. Jika tidak terjadi konsensus murni, terjadi cacat kehendak. Pengaturan cacat kehendak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1321-1328.

#Cakap melaksanakan perbuatan hukum

Cakap berarti bisa untuk secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri melaksanakan perbuatan aturan dengan tanggapan aturan yang lengkap. Menggunakan metode kecerdikan budi argumentum a contrarium (mencari pengertian sehubungan suatu hal, tetapi yang diatur yaitu hal yang sebaliknya), berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata, yang dimaksud tidak cakap sebagai berikut.

- Orang yang belum dewasa

Anak yaitu setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun (berarti orang remaja yaitu orang yang
berumur minimum 18 tahun). 

- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan/wali

Orang ini dianggap tidak sanggup menginsafi tanggapan dan perbuatannya. Menurut Pasal 433 KUH Perdata, yang termasuk dalam kelompok ihi yaitu setiap orang remaja yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila/mata kelabu, serta boros.

2. Syarat Objektif

Syarat objektif yaitu syarat mengenai objek perjanjian. Syarat objektif ada dua, yaitu adanya pekerjaan yang dijanjikan dan lantaran karena yang halal. 

#Adanya pekerjaan yang diperjanjikan 

Jika pekerjaan yang dijanjikan tidak ada, perjanjian tersebut batal demi hukum.

#Karena lantaran yang halal

Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bersehubunganan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundangu-undangan yang berlaku. Jika pekerjaan bersehubunganan dengan hal-hal tersebut di atas menyerupai perjanjian jual beli organ tubuh manusia, perjanjian tersebut dianggap batal demi hukum. Keterangan: syarat subjektif dan objektif diatur dalam KUH Perdata Pasal 1320

3. Syarat Teknis

Syarat teknis melingkupi dua hal sebagai berikut. 

#Segala hal dan/atau biaya yang diharapkan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggungjawab pengusaha.

#Perjanjian kerja dibentuk rangkap dua dan masing-masing mempunyai kekuatan aturan yang sama. Pengusaha dan pekerja masing- masing mendapatkan satu perjanjian kerja.

Menilai Keabsahan Perjanjian Kerja Sama

Dalam perjanjian kerja biasanya perjanjian telah dan sudah dibentuk lebih dahulu oleh perusahaan, lantaran mustahil perusahaan membuat kesepakatan dengan calon pekerjanya satu persatu. Hal ini akan menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya. Perusahaan biasanya telah dan sudah menyiapkan draft perjanjian kerja dan pekeria diijinkan untuk mempelajari draft tersebut lebih lanjut. Bagaimana keabsahan perjanjian yang dibentuk sepihak tersebut?

Menurut Prof. Dr. Siti Ismijati Jenie, SH. CN., perjanjian di bawah tangan yang dibentuk secara massal dan ketentuan-ketentuan di dalamnya (persyaratan- persyaratannya) serta bentuknya telah dan sudah dibakukan secara sepihak oleh pihak yang mempunyai kedudukan ekonomisdan psikologis yang lebih besar lengan berkuasa (dalam hal ihi pengusaha) disebut dengan perjanjian baku/standar. 

Terdapat dua pendapat dari para pakar mengenai perjanjian baku, yaitu yang oke dan yang tidak setuju. Menurut Pitlow, perjanjian ini melanggar asas kebebasan berkontrak. Karena persyaratan di dalam perjanjian ditentukan secara sepihak oleh pihak yang secara hemat atau psikologis lebih kuat, sedangkan pihak lawan yang yaitu pihak yang secara hemat atau psikologis lebih lemah, terpaksa mendapatkan persyaratan tersebut lantaran terdesak oleh kebutuhannya dan tidak bisa berbuat lain. Jadi, pihak yang ekonomi atau psikologinya lebih lemahlah yang kebebasannya dilanggar. Karena sifatnya yang demikian. berdasarkan Pitlow, perjanjian yang baku disebut dengan dwang contract (kontrak paksaan), sedangkan berdasarkan Asser Rutten, perjanjian standar itu mengikat, lantaran setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya.

Jadi, bila ada seseorang yang menandatangani perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan, bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi perjanjian tersebut. Makara mustahil seseorang menandatangani apa yang tidak diketahuinya (Jenie, 2007).

Lalu bagaimana menyikapi hal ini. Menurut Prof. Mariam Darus, motivasi diterimanya perjanjian standar yaitu bahwa aturan itu berfungsi untuk melayani masyarakat dan bukan sebaliknya. Jadi, meskipun perjanjian standar bersehubunganan dengan asas-asas aturan perjanjian dan kesusilaan, dalam praktik, perjanjian ini tumbuh lantaran keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan. Iktikad baik inilah yang seharusnya melandasi setiap perjanjian sehingga isi dan perjanjian kerja tersebut bisa mencerminkan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Karena itu, dalam pembuatan perjanjian kerja, pengusaha hendaknya membuat dengan kepercayaan baik.
3 Syarat Sah Perjanjian Kerja di Indonesia

Apa yang dimaksud dengan tenaga kerja kontrak?

Tenaga kerja kontrak/tidak tetap/outsourcing (untuk selanjutnya dipakai istilah pekerja kontrak) yaitu pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan kekerabatan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. PKWT inilah yang mendasari adanya pekerja kontrak. kebalikan dan PKWT yaitu perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan kekerabatan kerja yang bersifat tetap. PKWTT yaitu perjanjian kerja yang menjadi dasar bagi pekerja tetap.

Pada dasarnya terdapat dua jenis perjanjian kerja kontrak, yaitu perjanjian kerja urituk pekerjaan yang diborongkan dan perjanjian kerja untuk pekerja yang diborongkan. DarI sinilah muncul istilah outsourcing (alih daya), yaitu sebuah proses penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga. Menurut UUK, ada dua bentuk outsourcing, yaitu outsourcing pekerjaan dan outsourcing pekerja. Secara harfiah, istilah outcourcirig diartikan sebagai alih daya atau pendelegasian suatu proses bisnis kepada pihak ketiga. Namun, ada juga orang yang beropini bahwa istilah outsourcing yaitu untuk pekerjaan yang diborong, sedangkan pekerja kontrak yaitu pekerja yang diborong.

Undang-undang dan peraturan pemerintah sehubungan tenaga kerja kontrak?

Masalah tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 sehubungan Ketenagakerjaan (UUK) dan khusus untuk tenaga kontrak atau tenaga kerja dengan perjanjian waktu tertentu atau tenaga outsourcing, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: 100/Men/VI/2004 sehubungan Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kepmen PKWT), Kep 220/Men/X/2004 sehubungan Syarat-Syarat Penyerahan sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, serta Kep 101/Men/VI/2004 sehubungan Tata cara Dan Teknik Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.


Referensi:
Tanya Jawab Seputar Hak-hak Tenaga Kerja Kontrak karangan Much. Nurachmad ST, M.Hum

Demikianlah pembahasan lengkap sehubungan 3 Syarat Sah Perjanjian Kerja di Indonesia. Semoga bermanfaat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, Jenis, Istilah Drama (Sendratari, Tragedi, Komedi, Opera, Tablo)

8 Perbedaan Buku Digital Pdf Dan Epub

Makna Persahabatan Dibalik Lagu Sind3ntosca - Kepompong