Oknum Yang Mempersoalkan Cadar Niscaya Gagal Menjawab Pertanyaan Ini
INIRUMAHPINTAR - Cadar menjadi topik yang mengundang pro dan kontra baru-baru ini. Ada yang oke ada yang tidak. Ada yang mendukung ada yang menolak. Begitulah wajah perbedaan, yang ialah hal lumrah dalam kehidupan insan sehingga sebaiknya fenomena tersebut disikapi dengan seimbang, adil dan dewasa.
Hanya saja, entah dikomandoi kebodohan, benih-benih intoleransi atau penyakit dengki dan iri hati, tidak sedikit oknum mulai terang-terangan, begitu berani menghina muslimah bercadar, menyebutnya dengan sebutan tak baik, atau menuduhnya yang bukan-bukan (misal menyebutnya ninja) tanpa ada kroscek terlebih dahulu, entah dalam komentar di sosial media, forum, portal info online atau dalam bentuk ujaran tak bertanggung jawab di kehidupan nyata.
Maka dari itu, umat secara umum semakin terpanggil untuk bertanya-tanya, ada apa sesungguhnya? Mengapa dilema cadar diangkat ke media massa seolah-olah memakai cadar itu ialah hal yang terlarang, hina dan merugikan bangsa dan negara?
Bukankah kita sebagai generasi-generasi Indonesia mesti satu visi dan misi untuk membangun bangsa ini? Mengapa kita tidak fokus untuk merampungkan PR besar Indonesia untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya? Mengapa kita menentukan saling menuding hak berkeyakinan orang lain yang diakui UU?
Untuk itu, gueh mengajak para oknum yang mempersoalkan cadar, termasuk para pendukung-pendukungnya untuk menjawab pertanyaan berikut ini. Jika berhasil menjawab dan membuktikannya di dunia nyata, maka menciptakan larangan muslimah bercadar bukan lagi sesuatu yang sulit.
2. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar, maka sudahkah Anda lebih tegas mengecam seluruh konten televisi di Indonesia yang 99% menampakkan aurat wanita, yang juga terang keharaman dan dosanya?
3. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar kemudian menamainya dengan sebutan-sebutan kurang pantas, ibarat ninja, dsb, maka siapkah Anda, andaikan keluarga Anda, terutama saudara-saudara perempuan, istri, Ibu Anda, atau Anda sendiri yang membuka aurat (sudah niscaya dosa dan keharamannya) juga diberi penamaan tidak elok? Bagaimana perasaan Anda?
4. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar dan membatasi ruang geraknya, maka sudahkah Anda lebih tegas membatasi ruang gerak, melarang, menyebarkan hukum tegas pelarangan muslimah membuka aurat yang terang keharaman dan dosanya di negeri ini?
5. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar Istimewa untuk sebab takut tidak mengenalinya, takut mereka menyalahgunakan cadarnya, atau ketakutan-ketakutan lain yang sesungguhnya tidak berdasar, sudahkah Anda menyiapkan kondisi dan daerah beraktivitas bagi muslimah bercadar dimana mereka bisa kondusif dari lelaki non-mahram yang berpeluang menikmati wajahnya?
6. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar dan menilainya sebagai budaya Arab yang kurang pantas dibudayakan di Indonesia, maka sudahkah Anda lebih tegas mengecam dan menilai juga muslimah yang membuka aurat ala budaya barat sebagai sesuatu yang lebih tidak pantas dibudayakan di Indonesia sebab terang dosa dan keharamannya?
7. Jika Anda bersikukuh mempersoalkan muslimah bercadar Istimewa untuk sebab tidak berdalil atau bukan kewajiban dalam menutup aurat, maka sanggupkah Anda menawarkan dalil yang membolehkan membuka aurat?
8. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar dan menuduhnya sebagai kedok untuk melaksanakan kejahatan kemudian menganalogikan bahwa semua muslimah bercadar ialah pelaku kejahatan, maka sudahkah Anda merenungi, menghitung, dan mendata jumlah perempuan pelaku kejahatan yang sehari-hari buka-bukaan aurat di daerah umum?Mana lebih banyak?
9. Jika Anda mempermasalahkan muslimah yang bercadar untuk menyempurnakan diri dalam menutup aurat, maka sudahkah Anda mengecam dengan keras mereka yang justru membagi-membagikan auratnya secara gratis untuk dipandang lelaki bukan mahram?
10. Jika Anda mempermasalahkan muslimah yang bercadar, maka cobalah merenungi sudah berapa kebijakan dan kampanye yang Anda buat untuk mendukung muslimah-muslimah di negeri ini semoga setidak-tidaknya menutup aurat meski tak bercadar sehingga terbebas dari dosa untuk dirinya sendiri, dan juga dosa kepada orang tuanya dan bangsanya.
Dan mulailah merefleksi diri! Ketika Anda mulai terganggu dan tidak nyaman melihat dan membiarkan muslimah bercadar ketimbang melihat muslimah atau wanita-wanita kafir yang berpakaian tetapi telanjang berkeliaran di lingkungan Anda, cobalah periksa kembali iman Anda!
Apakah ia masih utuh atau sekarang terjajah hawa nafsu? Lagipula, andai tidak oke pada muslimah bercadar, apa pun keyakinan Anda, bukankah ada ilmu yang berjulukan toleransi.
Bagaimana caranya? Belajarlah mendapatkan perbedaan. Toh, Indonesia memang penuh dengan perbedaan. Yang beragama Islam, belajarlah lebih banyak sebelum mengecam muslimah bercadar, sedangkan saudaraku yang non-muslim, mari kita ber-agama sesuai keyakinan masing-masing.
Lalu, bagaimana ketika ada persoalan? Mari kita musyawarahkan dengan bijak, jan cubo cubo dengan berkomentar miring tanpa ada dogma merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Faktanya, Kita, Indonesia memang Berbeda, maka kalau suatu dikala masih ada oknum yang menciptakan kebijakan, berkomentar atau mengeluarkan pendapat di ruang publik yang berkesan tidak menghormati perbedaan, tampaknya tidak cocok tinggal di Indonesia.
Hanya saja, entah dikomandoi kebodohan, benih-benih intoleransi atau penyakit dengki dan iri hati, tidak sedikit oknum mulai terang-terangan, begitu berani menghina muslimah bercadar, menyebutnya dengan sebutan tak baik, atau menuduhnya yang bukan-bukan (misal menyebutnya ninja) tanpa ada kroscek terlebih dahulu, entah dalam komentar di sosial media, forum, portal info online atau dalam bentuk ujaran tak bertanggung jawab di kehidupan nyata.
Maka dari itu, umat secara umum semakin terpanggil untuk bertanya-tanya, ada apa sesungguhnya? Mengapa dilema cadar diangkat ke media massa seolah-olah memakai cadar itu ialah hal yang terlarang, hina dan merugikan bangsa dan negara?
Bukankah kita sebagai generasi-generasi Indonesia mesti satu visi dan misi untuk membangun bangsa ini? Mengapa kita tidak fokus untuk merampungkan PR besar Indonesia untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya? Mengapa kita menentukan saling menuding hak berkeyakinan orang lain yang diakui UU?
Untuk itu, gueh mengajak para oknum yang mempersoalkan cadar, termasuk para pendukung-pendukungnya untuk menjawab pertanyaan berikut ini. Jika berhasil menjawab dan membuktikannya di dunia nyata, maka menciptakan larangan muslimah bercadar bukan lagi sesuatu yang sulit.
Pertanyaan Untuk Dijawab, Diwujudkan, dan Direnungi
1. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar, maka sudahkah Anda lebih tegas mempersoalkan muslimah yang membuka aurat di daerah umum yang terang keharaman dan dosanya?2. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar, maka sudahkah Anda lebih tegas mengecam seluruh konten televisi di Indonesia yang 99% menampakkan aurat wanita, yang juga terang keharaman dan dosanya?
3. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar kemudian menamainya dengan sebutan-sebutan kurang pantas, ibarat ninja, dsb, maka siapkah Anda, andaikan keluarga Anda, terutama saudara-saudara perempuan, istri, Ibu Anda, atau Anda sendiri yang membuka aurat (sudah niscaya dosa dan keharamannya) juga diberi penamaan tidak elok? Bagaimana perasaan Anda?
4. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar dan membatasi ruang geraknya, maka sudahkah Anda lebih tegas membatasi ruang gerak, melarang, menyebarkan hukum tegas pelarangan muslimah membuka aurat yang terang keharaman dan dosanya di negeri ini?
5. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar Istimewa untuk sebab takut tidak mengenalinya, takut mereka menyalahgunakan cadarnya, atau ketakutan-ketakutan lain yang sesungguhnya tidak berdasar, sudahkah Anda menyiapkan kondisi dan daerah beraktivitas bagi muslimah bercadar dimana mereka bisa kondusif dari lelaki non-mahram yang berpeluang menikmati wajahnya?
6. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar dan menilainya sebagai budaya Arab yang kurang pantas dibudayakan di Indonesia, maka sudahkah Anda lebih tegas mengecam dan menilai juga muslimah yang membuka aurat ala budaya barat sebagai sesuatu yang lebih tidak pantas dibudayakan di Indonesia sebab terang dosa dan keharamannya?
7. Jika Anda bersikukuh mempersoalkan muslimah bercadar Istimewa untuk sebab tidak berdalil atau bukan kewajiban dalam menutup aurat, maka sanggupkah Anda menawarkan dalil yang membolehkan membuka aurat?
8. Jika Anda mempersoalkan muslimah bercadar dan menuduhnya sebagai kedok untuk melaksanakan kejahatan kemudian menganalogikan bahwa semua muslimah bercadar ialah pelaku kejahatan, maka sudahkah Anda merenungi, menghitung, dan mendata jumlah perempuan pelaku kejahatan yang sehari-hari buka-bukaan aurat di daerah umum?Mana lebih banyak?
9. Jika Anda mempermasalahkan muslimah yang bercadar untuk menyempurnakan diri dalam menutup aurat, maka sudahkah Anda mengecam dengan keras mereka yang justru membagi-membagikan auratnya secara gratis untuk dipandang lelaki bukan mahram?
10. Jika Anda mempermasalahkan muslimah yang bercadar, maka cobalah merenungi sudah berapa kebijakan dan kampanye yang Anda buat untuk mendukung muslimah-muslimah di negeri ini semoga setidak-tidaknya menutup aurat meski tak bercadar sehingga terbebas dari dosa untuk dirinya sendiri, dan juga dosa kepada orang tuanya dan bangsanya.
Renungan untuk Refleksi Diri
Ada sebuah kata mutiara yang berbunyi, jika belum bisa membersihkan, jan cubo cubolah mengotori. Apa artinya? Terkait dengan adanya oknum yang mempersoalkan muslimah bercadar, kalau belum bisa membersihkan umat dari sesuatu terang keharamannya, jan cubo cubolah mengotorinya dengan mempersoalkan sesuatu yang mubah dan tidak membahayakan.Dan mulailah merefleksi diri! Ketika Anda mulai terganggu dan tidak nyaman melihat dan membiarkan muslimah bercadar ketimbang melihat muslimah atau wanita-wanita kafir yang berpakaian tetapi telanjang berkeliaran di lingkungan Anda, cobalah periksa kembali iman Anda!
Apakah ia masih utuh atau sekarang terjajah hawa nafsu? Lagipula, andai tidak oke pada muslimah bercadar, apa pun keyakinan Anda, bukankah ada ilmu yang berjulukan toleransi.
Bagaimana caranya? Belajarlah mendapatkan perbedaan. Toh, Indonesia memang penuh dengan perbedaan. Yang beragama Islam, belajarlah lebih banyak sebelum mengecam muslimah bercadar, sedangkan saudaraku yang non-muslim, mari kita ber-agama sesuai keyakinan masing-masing.
Lalu, bagaimana ketika ada persoalan? Mari kita musyawarahkan dengan bijak, jan cubo cubo dengan berkomentar miring tanpa ada dogma merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Faktanya, Kita, Indonesia memang Berbeda, maka kalau suatu dikala masih ada oknum yang menciptakan kebijakan, berkomentar atau mengeluarkan pendapat di ruang publik yang berkesan tidak menghormati perbedaan, tampaknya tidak cocok tinggal di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar