Sebut Kitab Suci Itu Fiksi, Haruskah Kita Murka Pada Rocky Gerung?
INIRUMAHPINTAR - Andaikan kitab suci yang dimaksud Rocky Gerung (RG) itu AlQur'an, yang nyatanya belum tentu, mesti dikonfirmasi terlebih dahulu, salahkah ia menyebut kata "fiksi" itu. Haruskah kita marah? Coba kita renungkan goresan pena ini dulu wahai sobat-sobatku.
Saya awali dengan pertanyaan, fiksi itu ciptaan siapa? Fiksi itu dari mana?
Kalau kita yakin bahwa Yang Mahakuasa maha Pencipta, maka fiksi itu termasuk ciptaan Allah.
Lalu siapa yg mengutarakan definisi fiksi? Jika rajin membaca tentu kita paham bahwa banyak andal mengutarakan definisi yang berlainan.
Yang mana kita pahami dan mau ambil sebagai tumpuan tergantung langsung masing masing.
Yang lebih suka mengartikan fiksi itu dengan fiktif maka ia gak akan nyampe pada maksud RG. Justru ia akan sesat dan salah prasangka alasannya definisinya sendiri.
RG terang menciptakan limitation bahwa fiksi bukan fiktif, fiksi mengaktifkan imajinasi.
Apakah bahasa AlQur'an dapat mengaktifkan imajinasi?
Jawab ini dulu.
Adakah makhluk yg dapat mengilustrasikan nirwana neraka, padang Mahsyar, hari tamat zaman yg belum pernah terlihat sebelumnya?
Disinilah kita harusnya berterimakasih kepada RG, dia menyadarkan potensi berpikir kita.
Bukankah Yang Mahakuasa berusaha mengantarkan kita semoga yakin pada bencana akan tiba tersebut dg mnggunakan gaya bahsa fiksi luar biasa.
Karena itulah Yang Mahakuasa maha Tahu, Maha segalanya, dan terbukti sampai ketika ini tidak ada jin dan insan yang dapat menciptakan karya fiksi ibarat AlQur'an.
Bahasa AlQur'an terjaga sampai ketika ini dan tak ada campur tangan pikiran fiksi insan di dalamnya.
Apakah isi AlQur'an dibahasakan dengan fiksi semua? Adakah yang nonfiksi? Yang terang pada dasarnya, banyak yang telah dan sudah menjadi fakta, dibenarkan oleh hasil riset para ahli, contohnya proses terciptanya janin atau peredaran matahari, meski sebelumnya masih fiksi di mata manusia
Lagi-lagi, kita semakin takjub betapa Yang Mahakuasa maha Pencipta, maha Mengetahui, gaya bahasa fiksiNYA dalam AlQur'an dapat mengaktifkan imajinasi pembacanya, mengantarkan insan lebih yakin pada petunjuknya.
Mungkin sebagian kita gres mnyadari kehebatan gaya fiksi AlQur'an tersebut sesudah dan sudah mendengar RG berbicara.
Lalu, kita kembali ke pertanyaan semula? Haruskah kita marah? Adakah alasan besar lengan berkuasa untuk marah? Toh belum tentu kitab suci yang dmksd RG itu yaitu AlQur'an.
Yang mengherankan justru mengapa marahnya orang pada perkataan RG tidak lebih besar kepada kata-kata Bu Suk, Ade Armando atau Abu Janda yang lebih terang mngandung delik hukum?
Mengapa kaum tersebut seakan kebal hukum? Hingga lalu berulang-ulang menciptakan kegaduhan.
Hasilnya, sekarang rakyat semakin sadar, mungkin pembiaran itu alasannya rezim.
Sehingga tidak salah rakyat kian bangun dan tidak membisu lagi.
2019 Indonesia butuh pemimpin baru, rezim baru, impian baru, bukan impian nganu.
Saya awali dengan pertanyaan, fiksi itu ciptaan siapa? Fiksi itu dari mana?
Kalau kita yakin bahwa Yang Mahakuasa maha Pencipta, maka fiksi itu termasuk ciptaan Allah.
Lalu siapa yg mengutarakan definisi fiksi? Jika rajin membaca tentu kita paham bahwa banyak andal mengutarakan definisi yang berlainan.
Yang mana kita pahami dan mau ambil sebagai tumpuan tergantung langsung masing masing.
Yang lebih suka mengartikan fiksi itu dengan fiktif maka ia gak akan nyampe pada maksud RG. Justru ia akan sesat dan salah prasangka alasannya definisinya sendiri.
RG terang menciptakan limitation bahwa fiksi bukan fiktif, fiksi mengaktifkan imajinasi.
Apakah bahasa AlQur'an dapat mengaktifkan imajinasi?
Jawab ini dulu.
Adakah makhluk yg dapat mengilustrasikan nirwana neraka, padang Mahsyar, hari tamat zaman yg belum pernah terlihat sebelumnya?
Disinilah kita harusnya berterimakasih kepada RG, dia menyadarkan potensi berpikir kita.
Bukankah Yang Mahakuasa berusaha mengantarkan kita semoga yakin pada bencana akan tiba tersebut dg mnggunakan gaya bahsa fiksi luar biasa.
Karena itulah Yang Mahakuasa maha Tahu, Maha segalanya, dan terbukti sampai ketika ini tidak ada jin dan insan yang dapat menciptakan karya fiksi ibarat AlQur'an.
Bahasa AlQur'an terjaga sampai ketika ini dan tak ada campur tangan pikiran fiksi insan di dalamnya.
Apakah isi AlQur'an dibahasakan dengan fiksi semua? Adakah yang nonfiksi? Yang terang pada dasarnya, banyak yang telah dan sudah menjadi fakta, dibenarkan oleh hasil riset para ahli, contohnya proses terciptanya janin atau peredaran matahari, meski sebelumnya masih fiksi di mata manusia
Lagi-lagi, kita semakin takjub betapa Yang Mahakuasa maha Pencipta, maha Mengetahui, gaya bahasa fiksiNYA dalam AlQur'an dapat mengaktifkan imajinasi pembacanya, mengantarkan insan lebih yakin pada petunjuknya.
Mungkin sebagian kita gres mnyadari kehebatan gaya fiksi AlQur'an tersebut sesudah dan sudah mendengar RG berbicara.
Lalu, kita kembali ke pertanyaan semula? Haruskah kita marah? Adakah alasan besar lengan berkuasa untuk marah? Toh belum tentu kitab suci yang dmksd RG itu yaitu AlQur'an.
Yang mengherankan justru mengapa marahnya orang pada perkataan RG tidak lebih besar kepada kata-kata Bu Suk, Ade Armando atau Abu Janda yang lebih terang mngandung delik hukum?
Mengapa kaum tersebut seakan kebal hukum? Hingga lalu berulang-ulang menciptakan kegaduhan.
Hasilnya, sekarang rakyat semakin sadar, mungkin pembiaran itu alasannya rezim.
Sehingga tidak salah rakyat kian bangun dan tidak membisu lagi.
2019 Indonesia butuh pemimpin baru, rezim baru, impian baru, bukan impian nganu.

Komentar
Posting Komentar