Seharusnya Honor Guru Sama Dengan Dokter Atau Pengacara, Setuju?
INIRUMAHPINTAR - Tidak bisa dipungkiri, bahwa ketika ini penghasilan guru memang sangat jauh dibandingkan penghasilan dokter atau pengacara. Bahkan kenyataannya, orang-orang cenderung lebih menentukan untuk bercita-cita menjadi dokter, pengacara, atau pekerjaan lain ketimbang menjadi seorang guru biasa. Salah satunya dengan alasan, penghasilan guru belum ideal untuk ukuran ketika ini.
Jika tidak percaya, cobalah bertanya kepada pelajar Sekolah Menengah Pertama atau SMA, niscaya Istimewa untuk sedikit di antara mereka yang punya impian menjadi guru. Bahkan hampir tidak ada yang punya passion menjadi guru honorer. Yah, memang secara realistis, semua orang butuh pekerjaan yang bukan Istimewa untuk bisa bermanfaat bagi banyak orang tetapi juga bisa memberdayakan.
Namun, opini yang berkembang di masyarakat kadangkala menempatkan guru dalam situasi serba salah. Ada yang menyampaikan bahwa menjadi guru itu sangat mudah. Terutama mengajar di taman kanak-kanak atau di jenjang pendidikan anak usia dini.
Padahal, Istimewa untuk orang yang pernah atau sedang mencicipi profesi guru itu yang bisa menjelaskan bagaimana besarnya tantangan, tanggung jawab dan amanah yang diemban seorang guru.
Sudah tahukah kita, bahwa justru guru-guru tertentu saja yang bisa mengajar secara maksimal di level rendah contohnya PAUD, TK, atau di kelas 1 SD. Bahkan banyak di antara guru yang menentukan mengajar di kelas tinggi, menyerupai kelas 5 atau 6 untuk jenjang sekolah dasar.
Dan faktanya, seorang dosen sekalipun, yang telah dan sudah menuntaskan pendidikan S3 atau meraih gelar Profesor di bidang pendidikan dan keguruan sekalipun tidak selamanya bisa menjalankan kewajiban guru sebaik guru itu sendiri.
Menjadi guru itu butuh kompleksitas kompetensi, bukan Istimewa untuk pedagogik, tetapi juga keterampilan penunjang lain sehubungan kehidupan.
Jangan menerka praktis mengajarkan anak dari sebelumnya tidak bisa apa-apa, lambat laun, bisa menulis, membaca, dan berhitung.
Jangan menerka praktis mendidik anak dari sebelumnya tidak bisa antri, berdoa, baris-berbaris, hingga bisa mandiri, dan bahkan tumbuh menjadi anak sholeh dan sholehah.
Guru ialah orang bau tanah di sekolah. Atau adakah yang bisa menggantikan tugas orang bau tanah di sekolah selain guru?
Yang menjadi kekhawatiran, jan cubo cubo hingga alasannya ialah pepatah ini, profesi guru tetap saja ditempatkan pada posisi yang belum sepantasnya. Guru masih dipenghasilan rendah, lebih-lebih guru sukarela atau honorer.
Imbasnya, sebagian generasi modern termasuk siswa kehilangan hormat terhadap guru mereka. Seharusnya itu tidak terjadi, tetapi keadaan berubah, penghormatan telah dan sudah bergeser kepada orang-orang yang berduit, berkuasa, atau mempunyai jabatan tinggi.
Hanya generasi-generasi tempo doeloe punya penghormatan tinggi terhadap guru. Mereka hormat kepada guru mereka bukan alasannya ialah status sosial melainkan alasannya ialah ilmunya dan kebesaran hatinya mengembangkan ilmu tanpa mengenal lelah.
Padahal, beban guru sekarang kian bertambah, semenjak diberlakukannya kurikulum 2013, sekali lagi, Istimewa untuk orang yang berprofesi guru yang bisa mencicipi dan menggambarkannya secara nyata.
Tidak sedikit fokus dan waktu guru yang idealnya banyak dipakai untuk menyiapkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran sekarang tersita untuk menuntaskan tuntutan administrasi.
Jadi, jan cubo cubo pernah meremehkan atau sekali-kali menyetujui kalau ada yang menyampaikan bahwa menjadi guru itu mudah.
Dan lihatlah kini, Jepang bisa bangun dan menjadi negara maju layaknya Amerika. Tidakkah kita menyadari bahwa peradaban tersebut terlahir bukan alasannya ialah Jepang kaya sumber daya alam menyerupai Indonesia, melainkan alasannya ialah Jepang memberdayakan guru mereka.
Jika tidak percaya, cobalah bertanya kepada pelajar Sekolah Menengah Pertama atau SMA, niscaya Istimewa untuk sedikit di antara mereka yang punya impian menjadi guru. Bahkan hampir tidak ada yang punya passion menjadi guru honorer. Yah, memang secara realistis, semua orang butuh pekerjaan yang bukan Istimewa untuk bisa bermanfaat bagi banyak orang tetapi juga bisa memberdayakan.
Fakta vs Opini sehubungan Profesi Guru
Sesungguhnya tak bisa terbantahkan bahwa tugas guru dalam suatu bangsa itu sangat besar. Dokter yang jago memeriksa, pengacara yang jago bicara, pak hakim yang bijak memutus perkara, anggota dewan yang (seharusnya) bijaksana, dan bahkan presiden yang bersinggasana di istana, terlahir atas jasa-jasa seorang guru biasa.Namun, opini yang berkembang di masyarakat kadangkala menempatkan guru dalam situasi serba salah. Ada yang menyampaikan bahwa menjadi guru itu sangat mudah. Terutama mengajar di taman kanak-kanak atau di jenjang pendidikan anak usia dini.
Padahal, Istimewa untuk orang yang pernah atau sedang mencicipi profesi guru itu yang bisa menjelaskan bagaimana besarnya tantangan, tanggung jawab dan amanah yang diemban seorang guru.
Sudah tahukah kita, bahwa justru guru-guru tertentu saja yang bisa mengajar secara maksimal di level rendah contohnya PAUD, TK, atau di kelas 1 SD. Bahkan banyak di antara guru yang menentukan mengajar di kelas tinggi, menyerupai kelas 5 atau 6 untuk jenjang sekolah dasar.
Dan faktanya, seorang dosen sekalipun, yang telah dan sudah menuntaskan pendidikan S3 atau meraih gelar Profesor di bidang pendidikan dan keguruan sekalipun tidak selamanya bisa menjalankan kewajiban guru sebaik guru itu sendiri.
Menjadi guru itu butuh kompleksitas kompetensi, bukan Istimewa untuk pedagogik, tetapi juga keterampilan penunjang lain sehubungan kehidupan.
Jangan menerka praktis mengajarkan anak dari sebelumnya tidak bisa apa-apa, lambat laun, bisa menulis, membaca, dan berhitung.
Jangan menerka praktis mendidik anak dari sebelumnya tidak bisa antri, berdoa, baris-berbaris, hingga bisa mandiri, dan bahkan tumbuh menjadi anak sholeh dan sholehah.
Guru ialah orang bau tanah di sekolah. Atau adakah yang bisa menggantikan tugas orang bau tanah di sekolah selain guru?
Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Ada pepatah yang menyampaikan bahwa guru itu ialah jagoan tanpa tanda jasa. Lalu, seiring dengan berjalannya waktu, zaman berubah, guru masih saja dianggap jagoan tanpa tanda jasa.Yang menjadi kekhawatiran, jan cubo cubo hingga alasannya ialah pepatah ini, profesi guru tetap saja ditempatkan pada posisi yang belum sepantasnya. Guru masih dipenghasilan rendah, lebih-lebih guru sukarela atau honorer.
Imbasnya, sebagian generasi modern termasuk siswa kehilangan hormat terhadap guru mereka. Seharusnya itu tidak terjadi, tetapi keadaan berubah, penghormatan telah dan sudah bergeser kepada orang-orang yang berduit, berkuasa, atau mempunyai jabatan tinggi.
Hanya generasi-generasi tempo doeloe punya penghormatan tinggi terhadap guru. Mereka hormat kepada guru mereka bukan alasannya ialah status sosial melainkan alasannya ialah ilmunya dan kebesaran hatinya mengembangkan ilmu tanpa mengenal lelah.
Padahal, beban guru sekarang kian bertambah, semenjak diberlakukannya kurikulum 2013, sekali lagi, Istimewa untuk orang yang berprofesi guru yang bisa mencicipi dan menggambarkannya secara nyata.
Tidak sedikit fokus dan waktu guru yang idealnya banyak dipakai untuk menyiapkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran sekarang tersita untuk menuntaskan tuntutan administrasi.
Jadi, jan cubo cubo pernah meremehkan atau sekali-kali menyetujui kalau ada yang menyampaikan bahwa menjadi guru itu mudah.
Belajar dari Jepang
Pernahkah kita mendengar dongeng dari Jepang. Saat itu, Jepang terpuruk sesudah dan sudah dua kota-nya yaitu Nagasaki dan Hirosima dilumpuhkan dengan b0m oleh Amerika. Apa yang terjadi? Kaisar Hirohito tidak meminta untuk mengumpulkan jenderal yang masih hidup, dia justru meminta pasukannya yang tersisa untuk mengumpulkan para guru. Betapa guru ditempatkan dalam posisi yang istimewa.Dan lihatlah kini, Jepang bisa bangun dan menjadi negara maju layaknya Amerika. Tidakkah kita menyadari bahwa peradaban tersebut terlahir bukan alasannya ialah Jepang kaya sumber daya alam menyerupai Indonesia, melainkan alasannya ialah Jepang memberdayakan guru mereka.
Pantaskah Gaji Guru Sederajat dengan Dokter atau Pengacara?
Sudah saatnya, para guru di negeri ini diberdayakan semaksimal mungkin. Selain menambah kuota guru, pemerintah berkewajiban untuk memperhatikan nasib guru.
disertakan bersama penghasilan yang setara dokter atau pengacara, guru sanggup mempunyai tugas lebih besar terhadap kualitas pendidikan, memperoleh status dan penghormatan yang layak, dan secara tidak eksklusif akan memajukan bangsa ini di semua sektor kehidupan.
Jangan ada lagi problem sehubungan masih banyak hal yang harus diperbaiki guru atau kurangnya kesejahteraan guru. Cukup sudah. Negeri ini tidak mau lagi mendengar ada gurunya yang nyambi sebagai petani, atau mencari peruntungan lain di luar sekolah. Kasihan! Mereka seharusnya dipantaskan supaya fokus untuk menjalankan amanah sebagai guru.
Hanya saja, pemerintah pun wajib menyeleksi guru-guru terbaik dengan sistem terbaik supaya alokasi dana untuk pendidikan tidak terbuang percuma.
Bagaimana berdasarkan pembaca?

Komentar
Posting Komentar